BAB. I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejauh ini perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM) bayak mengalami perubahan perubahan yang mendasar, yang mana permulaan atau tonggak pertama diakuinya HAM itu berawal dari Eropa Barat, khususnya ingris, yang mana pada tahun 1215 lahirlah Magna Carta. Selanjutnya disusul dengan revolusi Amerika pada tahun 1776 dan revolusi prancis pada tahun 1789 yang mana dua revolusi ini lah yang berpengaruh besar dalam perkembangan HAM.
HAM merupakan hak dasar atau hak pokok yang dibawa dan dimiliki manusia sejak ia lahir, sebagai anugrah Tuhan Yang Mahaesa, yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal, dan abadi berkaitan erat dengan harkat dan martabat manusia. Setiap manusia yang diakui dan dihormati mempunyai hak asasi yang sama tanpa menbedakan jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, agama, usia, pandangan politik, status sosial, dan bangsa serta status lainnya. Hak asasi inilah yang menjadi dasar hak dan kewajiban yang lainnya.
Sebagaimana yang diungkap diatas, selain hak asasi ada kewajiban asasi, yang didalam kehidupan masyarakat sering kali terlalaikan atau sering dinafikan, yang seharusnya mendapat perhatian yang lebih dan lebih didahulukan, barulah menuntut hak. Dalam masyarakat yang individualistis, ada kecendrungan penuntutan pelaksanaan hak asasi manusia ini secara berlebihan. Padahal hak asasi manusia tidak dapat dituntut pelaksanaannya secara mutlak, karena penuntutan pelaksanaan hak asasi secara mutlak berarti melanggar hak asasi orang lain, yang mana hal itu merupakan kewajiban bagi dirinya untuk menjalankan sebagai mana mestinya, karena manusia merupakan mahluk sosial, yang hidup berdampingan dengan manusia lainya atau bisa juga disebut hidup bermasyarakat.
Oleh karena itulah dalam pergaulan hidup manusia, kebebasan seorang manusia selalu dibatasi oleh hak asasi manusia lainnya, berarti hak asasi manusia tidak tanpa batas. Manusia dianugrahi hak asasi dan memiliki tanggung jawab serta kewajiban untuk menjamin keberadaan harkat, dan martabat kemuliaan manusia, serta menjaga keharmonisan kehidupan umat manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Berdasarkan kenyataan sekarang yang belakangan ini sering terjadi, yang selalu diberitakan dimedia masa, baik melalui media elektronik, seperti telepisi, radio, internet dan sebagainya, dan media cetak seperti Koran dan majalah, maupun karya-karya lain yang berbentuk tulisan, bayak sekali diungkap yang berkenaan dengan pelanggaran HAM, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tindakan-tindakan asusila seperti pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, dan tindakan-tindakan lainnya, serta perampokan dan perampasan hak milik. Hal itu semuanya masih eksis dan tetap menunjukan taringnya. Yang mana hal itu dalam pemberantasanya kurang maksimal, yang barang tentu adanya kendala yang melatar belakanginya, sehingga penerapannya tidak secara maksimal dilakukan.
B. tujuan
Dalam penulisan ini, tujuan yang akan di paparkan adalah sebagai berikut:
1. Iindividu sebagai masyarakat tahu dalam membedakan antara hak dan kewajiban nya, sehing individu dapat memahami mana hal yang harus dikategorikan kedalam hak dan mana yang harus digolongkan kedalam kewajiban, sehingga ia tau mana hal yang harus ia dahulukan.
2. Mendorong individu dalam penggunaan hak nya sebagai mana yang semestinya, sehingga ia tidak menggunakan hak nya semaunya atau dengan kata lain penggunaan hak secara mutlak, yang mengakibatkan pelanggaran terhadap orang lain.
3. Sebagai pedoman hidup individu dalam hidup bermasyarakat, dengan mengerti dan paham tentang konsep HAM itu seperti apa, maka akan terjalin hubungan yang baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok, dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
BAB. II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
Secara umum atau dalam pengertian umum, HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia secara kodrati sebagai anugrah Tuhan Yang Mahaesa yang dibawanya sejak ia lahir. Dalam pengertian ini berarti bahwa sebagai anugrah dari Tuhan Yang Mahaesa kepada setiap mahluknya, hak asasi tidak dapat dipisahkan dengan eksistensi pribadi manusia itu sendiri, dengan kata lain hak dasar tersebut akan tetap ada hingga ia meninggal dunia.
Dibawah ini akan dijelaskan beberapa pengertian HAM menurut para ahli maupun yang terdapat dalam dokumen HAM, adapun pengertian tersebut adalah sebagai berikut:
1. John locke (Two Treaties on Civil Government)
Hak asasi manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap diri manusia dan tidak dapat diganggu gugat(bersifat mutlak). Karena manusia sebagai mahluk sosial, hak-hak itu akan berhadapan dengan hak orang lain, oleh sebab itu hak asasi harus dikorbankan untuk kepentingan masyarakat sehingga lahirlah kewajiban, hak asasi semangkin berkembang yang meliputi berbagai bidang kebutuhan, antara lain bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya.
2. Koentjoro Poerbabranoto (1976)
Hak asasi adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya suci.
3. UU No. 39 Tahun 1999 (Tentang HAM)
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Mahaesa dan merupakan anugrah Pemberian Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, pemerintah, hukum dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
B. Dasar-dasar Konsepsi HAK Asasi Manusia (HAM)
Menurut sejarahnya, asal mula pengakuan terhadap keberadaan atau eksistensi hak asasi manusia dimulai dari Eropa Barat, yang mana tonggak pertama kemenangan hak asasi manusia pada tahun 1215, yang ditandai dengan lahirnya Magna Carta. Dalam Magna Carta tersebut dicantumkan hak-hak para bangsawan yang harus dihormati oleh raja Inggris. Walaupun hanya sebatas hubungan antara raja dan bangsawan, tapi pengakuan terhadap hak asasi manusia sudah ada. Kemudian pengakuan terhadap hak asasi manusia tidak hanya sampai disini, perkembangan berikutnya ialah dengan adanya revolusi Amerika pada tahun 1776 dan revolusi Prancis pada tahun 1789. Dua revolusi tersebut yang terjadi pada ke-18 ini, memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan hak asasi manusia.
Revolusi Amerika menuntut adanya hak bagi setiap orang untuk hidup merdeka, dalam hal ini bebas dari kekuasaan Inggris. Sehinggga hal ini melahirkan Virginia Bill Of Rights, yang menegaskan bahwa setiap manusia berhak untuk menikmati hidup, kebebasan dan mengupayakan kebahagiaan (life, liberti, the pursuit of happiness).
Pada tahun 1789 meletus revolusi Prancis, yang bertujuan membebaskan warga Negara Prancis dari kekangan kekuasaan mutlak raja Louis XVI. Menurut Huijbers (1988:301), Lahirnya deklarasi tersebut bertolak dari pandangan bahwa para penguasa adalah manusia dan oleh karena itu dapat terbawa nafsu kekuasaan. Sedangkan dalam dokumen prancis bertolak dari pandangan bahwa manusia adalah baik dan karena itu harus hidup bebas. Orang-orang lahir dan tinngal bebas dan sama didepan hukum(les homes naissent et demeurent libres etegaug en drits).
Walaupun pengakuan terhadap eksistensi hak asai manusia sebagai mana yang diungkapkan diatas masih dalam batas yang sifatnya regional Negara tertentu, akan tetapi konsep dasar hak asasi manusia yang melatarbelakanginya menyangkut hak asasi manusia yang bersipat universal.
Dalam bukunya the four freedoms, Franklin D. Roosevelt(1882-1945) menyebutkan empat hak yang penting, yang disebutnya empat kebebasan manusia, yaitu: (1) freedom of spich,( kebebasan berbicara berpendapat dimana pun ia berada di dunia) (2)freedom of religion (kebebasan orang untuk beribadah kepada Alah dengan caranya sendiri dimana pun di dunia), (3)freedom from want (kebebasan dari kekurangan dimana pun di dunia), (4)freedom from fear (kebebasan dari rasa takut dimana pun di dunia).
C. Perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM)
1. Pandangan HAM dalam Teori Hukum Alam
a. Ham dalam Pandangan Paham Liberalisme
Liberalisme adalah suatu pandangan yang mengedepankan kebebasan orang per orangan atau individu dengan bertumpu pada falsafah individualism. Setiap individu dengan segala kemampuannya dan kebebasannya diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengaktualisasikan dirinya semaksimal mungkin. Dalam bidang politik, pandangan individu memungkinkan setiap individu untuk memacu diri dalam mengembangkan potensi dirinya dalam rangka kemakmuran bersama.
Dalam bidang ekonomi, menegaskan bahwa Negara hanya berfungsi memelihara dan mempertahankan kekamanan dan ketertiban dalam masyarakat, sehingga Negara hanya berfungsi hanya sebagai “penjaga malam”, akibatnya wujud ekonomi dalam liberalisme adalah kapitalisme. Negara tidak akan ikut campur dalam hal yang dianggap pelanggaran hak asasi, seperti hak setiap orang untuk berjuang dan bersaing dalam kehidupan ekonomi. Semua anggota masyarakat dibiarkan bersaing dalam kehidupan dengan anggapan dasar bahwa apabila setiap orang dibiarkan melaksanakan hak asasinya sendiri-sendirinya, maka masyarakat akan makmur dengan sendirinya. Dengan adanya kemakmuran individu masing-masing, maka kemakmuran masyarakat secara keseluruhan akan tercapai.
Lepasnya pengawasan Negara dalam paham liberalism yang kapitalis mengakibatkan terbukanya kesenjangan sosial ekonomi antar kelompok dalam masyarakat.pada akhirnya timbul pemikiran yang berusaha meredam kesenjangan ekonomi tersebut yang dikenal dengan doktrin sosialisme liberal. Paham individualis yang mengedepankan hak asasi manusia merupakan reaksi keras terhadap sistem pemerintahan, politik, dan sosial yang absolute. Paham individualis dalam konteks individualism atau kemandirian pada kenyataannya juga bermakna positif, sedangkan individualism dalam arti egoisme yaitu tingkah laku sebagai anggota masyarakat yang hanya didorong demi kepentingan pribadi atau golongan lebih banyak bermakna negatif.
b. Ham dalam Pandangan atau ajaran sosialis atau komunis
Dasar ajaran dalam sistem sosialis member peran yang besar kepada Negara dalam aktifitas masyarakat terutama dalam bidang perekonomian untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Hak perorangan dihapuskan dan ditiadakan secar paksa tanpa member kesempatan untuk berbeda pendapat semata-mata untuk mencapai tujuan Negara. Jadi dalam hal ini hak asasi tidak menekankan pada hak masyarakat, melainkan menekankan kewajiban terhadap masyarakat dengan demikian ajaran tersebut mendahulukan kesejahteraan daripada kebebasan yang mana hal ini merupakan ajaran yang bersumber dari penguasa (Negara atau Pemerintah). Yang kelahirannya bersamaaan dengan munculnya paham komunisme, dalam pelajaran ini kelas yang menjadi akar konflik sosisal dihapuskan yang dengan demikian hak asasi manusia yang diagung-agungkan oleh ajaran liberalisme menjadi tidak penting. Maka dari itu dengan ajaran komunisme ataupun sosialis maayarakat dapat menikmati hak asasi dibidang ekonomi yang dibutuhkan oleh semua anggota masyarakat yang diatur dibawah kekuasaan Negara.
c. HAM dalam Pandangan Dunia Ketiga
Negara dunia ketiga adalah Negara-negara yang pada umumnya merdeka setelah perang dunia ke-II. Amerika Serikat dengan politik demokrasi, dan unisoviet dengan politik komunistis. Negara-negara dunia ketiga tidak berada dalam salah satu peta politik dunia tersebut. Negara dunia tidak memihak langsung kesalah satu kekuatan politik Negara tersebut (Negara nonblok).
Keberadaan Negara-negara dunia ketiga terdapat di Asia, Afrika, Amerika Latin dan Eropa yang sejak awal diposisikan gerakan atau movement, bukan organisasi sehingga keanggotaannya dalam gerakan ini tidak mengurangi keberadaannya atau identitasnya. Mengingat kondisi politik dalam negeri dibanyak Negara di dunia ketiga masih belum stabil sehingga berdampak terhadap upaya penegakan hukum dan hak asasi manusia.
2. Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional
Berkenaan dengan hak asasi ini, PBB mengeluarkan pernyataan bersama yang disebut Universal Deklaration of Human Rights pada tanggal 10 Dsember 1948. Hal ini lah yang menjadi tonggak pertama pengakuan Hak Asasi Manusia secara universal setelah perang dunia kedua. Deklarasi universal secara internasional tersebut memuat 30 pasal tentang standar nilai-nilai kemanusiaan yang berlaku universal. Setiap anggota PBB wajib menjadikannya sebagai pedoman dalam penyusunan suatu perundang-undangan bagi negaranya.
Pelanggaran atau penyimpangan terhadap HAM tersebut bukan semata-mata menjadi masalah dari Negara yang bersangkutan, malainkan juga masalah bagi rakyat dan pemerintah Negara-nergara anggota PBB lainnya. Yang mana hal ini Negara anggota bisa mengajukan pelanggaran terhadap HAM kepada Komisi Tinggi Hah Asasi Manusia untuk menjatuhkan sanksi Internasional.
Akses hukum hukum internasional ke Negara, demi kepentingan nasional ini sangat beragam, dengan keberagaman itu lah dicoba penyelesaiannya lewat beberapa teori, diantaranya ialah:
a. Teori Transpormasi
Dalam teori ini menekankan pada aspek perubahan dan penyesuaian (baik bentuk maupun isisnya) hukum internasional dengan kondisi hukum nasional atau municipal. Lewat cara hukum seperti itu, hukum Internasional baru dapat berlaku dan efektif disuatu Negara.
b. Teori Delegasi
Dalam teori ini menekankan kepada hak masing-masing Negara nasional dalam menerima keberadaan dan berlakunya hukum Internasional di negaranya, dengan kata lain Negara diberikan kebebasan apakan akan menerima atau menolak hukum Internasional tersebut.
c. Teori Harmonisasi
Dalam teori ini menekankan segi-segi keseimbangan atau keserasian antara hukum Internasional dan hukum nasional atau municipal suatu Negara.
d. Teori Inkorporasi
Dalam teori ini menekankan bahwa hukum Iternasional atau kebiasaan Internasional hanya dapat menjadi bagian hukum municipal bila sudah diputuskan dan sudah diterima oleh mahkamah tertinggi suatu Negara.
e. Teori Filterisasi
Dalam teori ini atau dalam pendekatannya yang tetap mengakui keberadaan hukum Internasional, namun aplikasinya pada Negara nasional disesuaikan dengan kepentingan umum Negara-negara nasional.
Perhatian terhadap hak asasi manusia ini, bahkan telah ditunjukkan jauh sebelum deklarasi ini muncul. Hak asasi manusia ini telah dicantumkan secara konstitusional dalam Undang-undang Dasar 1945. Apa yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights PBB ternyata telah termuat dengan baik dalam rumusan pembukaan UUD 1945.
Dalam alenia pertama pembukaan UUD 1945 dinyatakan adanya pengakuan freedom to be free atau kebebasan untuk bebas atau merdeka, yang secara bersayap-sayap: “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan”.
Pengakuan pada prikemanusiaan adalah suatu intisari hak asasi manusia dan pengakuan pada prikeadilan adalah intisari pula dari hukum, yang merupakan salah satu dari sistem pemerintahan Negara kita. Pengakuan kemerdekaan ini sesuai dengan pasal 1 deklarasi universal hak asasi manusia PBB yang berbunyi: “sekalian orang dilahirkan merdeka.
Alenia kedua dari pembukaan UUD 1945 menyebutkan Indonesia sebagai Negara yang adil. Kata sifat adil ini pula berindikasi pula kepada Negara hukum, karena salah satu tujuan dari pada hukum adalah untuk mencapai suatu keadilan. Pengakuan yang adil ini serasi dengan pasal 10 deklarasi universal hak asasi manusia: “setiap orang berhak dalam persamaan yang sepenuhnya didengarkan suaranya dimuka umum dan secara adil oleh pengadilan yang merdeka dan tidak memihak.
Alenia ketiga dari pembukaan UUD 1945 yang menekankan agar rakyat Indonesia berkehidupan yang bebas yang mana hal ini sesuai dengan pasal 27 ayat (1) deklarasi universal hak asasi manusia: “setiap orang berhak turut serta dengan bebas dalam hidup kebudayaan masyarakat.”
Dalam alenia keempat dan terakhir mengandung maksud pembentukan, yang mana hal itu berisi hak asasi dibidang politik, sipil, ekonomi, sosial dan budaya. Pengakuan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan adalah sesuai dengan pasal 21 ayat (3) deklarasi universal hak asasi manusia.pengakuan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah seirama dengan pasal 22 deklarasi universal hak asasi manusia.
Selanjutnya diuraikan pula sila demi sila dari pancasila yang termuat dalam alenia keempat pembuakaan UUD 1945, yang secara keseluruhannya juga mengandung penghormatan terhadap hak asasi manusia. Sila pertama yang mengandung adaran toleransi dalam beragama untuk kepentingan keharmonisan dalm Negara dan perdamaian dunia. Sila kedua adalah ekspresi UUD 1945 untuk menyatakan hak asasi manusia, sementara pada waktu yang bersamaan mengandung aspek-aspek hubungan manusia dalam masyarakat dan Negara, berdasarkan moralitas yang adil dan beradap. Sila ketiga, meletakkan kepentingan Negara diatas kepentingan diri dan golongan. Sila keempat, menyatakan demokrasi tidak dalam arti materil, yang berarti mengandung kepercayaan terhadap Tuhanan Yang Mahaesa, dengan moralitas yang adil dan keadilan sosial untuk seluruh rakyat. Sila kelima, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung arti bahwa setiap orang Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam segala bidang, seperti hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
Didalam TAP MPR NO.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, yang aman dalam hal ini lembaga-lembaga tinggi Negara dan pemerintahah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan tentang hak asasi manusia, serta meratifikasi berbagai instrumen PBB tentang Hak Asasi Manusia. Dalam ketetapan ini juga disebutkan tentang pemahaman hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia yaitu:
a. Hak asasi merupakan dasar seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan, yang mana hak asasi ini adalah hak sebagai anugrah Tuhan Yang Mahaesa, yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.
b. Setiap manusia yang diakui dan dihormati mempunyai hak asasi yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, agama, usia pandangan politik, status sosial, dan bahasa serta status lainnya.
c. Bangsa Indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia bersifat historis dan dinamis yang pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Selain pengakuan terhadap hak asasi manusia secara konstitusional tersebut, di Indonesia jugatelah dikeluarkan UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Keputusan Presiden No.50 Tahun 1993 telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
3. Kesejahteraan Sosial dalam Negara Kesejahteraan (Welfare State)
a. Pengertian Kesejahteraan Sosial
Masalah kesejahteraan merupakan persoalan yang sering dibahas baik di Negara maju maupun di Negara yang sedang berkembang. Kecendrungan di Negara maju untuk menerapkan sistem pajak pajak progesif untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Negara kesejahteraan adalah Negara yang melaksanakan ekonomi, politik, sosial yang lebih mendalam dari pada yang sebelumnya, dan secara konkrit melibatkan diri pada kebutuhan umum akan jaminan masyarakat.
David Haris dengan teori kewarganegaraann yang ia rumuskan menyatakan bahwa konsep welfare state berakar dari konsep keanggotaan penuh dalam komunitas serta hak sosial masyarakat yang harus dilindungi dan harus semangkin memperkokoh keanggotaan. Dalam hal ini mengacu pada luasnya tingkat tujuan-tujuan kebijakan yang difokuskan pada satu tujuan utama yakni kesetaraan, alturisme, dan pemenuhan kebutuhan dasar hak-hak sosial.
Dalam pasal 2 ayat (1) UU No.6 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial, “kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan kebutuhan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.
Kemudian untuk menjamin terpenuhinya kebutuham dasar Negara, serta untuk menghadapi tantangan dan perkembangan kesejahteraan sosial, maka UU No.6 Tahun 1974 tentang ketentuan pokok kesejahteraan dicabut, kemudian diganti dengan UU No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial yang materi pokoknya mengatur tentang pemenuhan hak atas kebutuhan dasar, penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara konprehensif dan propesional, pelindungan masyarakat serta pendaftaran dan perizinan serta sanksi administrasi bagi Negara yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial. Pasal 1 ayat (1) dalam undang-undang ini menyatakan bahwa: “kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan materil, spiritual, dan sosial warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosial. Dimana dalam penyelenggaraan ini merupakan upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk upaya pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara, yang meliputi rehabilitas sosial, jaminan sosial, pemberdyaan sosial, dan perlindungan sosial.
Berkenaan dengan menapa kita menganut Negara kesejahteraan, tentunya ada alasan dari pada itu, maka dari itu supaya hal ini tidak menimbulkan pertanyaan dan permasalahan, alasan pertama mengapa kita menganut Negara kesejah teraan ini adalah: untuk mempromosikan efisiensi ekonomi; kedua untuk mengurangi kemiskinan; ketiga mempromosikan kesamaan sosial; keempat mempromosikan integritas sosial atau menghindari ekslusi sosial; kelima mempromosikan stabilitas sosial dan yang keenam mempromosikan otonomi atau kemandirian individu.
b. kebijakan pokok dalam Negara kesejahteraan
Pada umumnya dalam setiap Negara kesejahteraan terdapat kebijakan-kebijakan pokok yang pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial serta perlindungan terhadap hak asasi manusia bagi warga Negara, yaitu meliputi bidang-bidang:
1. ketenaga kerjaan (employment)
2. pendidikan (eduction)
3. layanan kesehatan (health service)
4. jaminan sosial (social security)
5. perumahan (housing)
c. kewajiban dan tanggung jawab Negara dalam mewujudkan kesejahteraan sosial
Pada dasarnya, ide dasar dari konsep Negara kesejahteraan berangkat dari upaya Negara untuk mengelola semua sumber daya yang ada demi kesejahteraan masyarakat. cita-cita ini kemudian diterjemahkan kedalam kebijakan public. Melalui kebijakan inilah dapat dilihat apakah suatu Negara betul-betul mewujudkan kesejahteraan warga Negaranya. Masalah kemiskinan merupakan masalah utama dari sekian banyak masalah yang harus segera direspon dalam perbuatan kebijakan kesejahteraan.
Secara umum ada beberapa tujuan yang mendasar dalam kebijakan perwujudan Negara kesejahteraan, yaitu prinsip efisiensi dalam penggunaan sumberdaya alam (SDA), adanya prinsip keadilan dan prisip kesamaan dalam proses distribusi serta tetap menjaga kebebasan individual. Sebenarnya konsep Negara kesejahteraan (welfare state) lebih tepat diartikan bahwa beberapa pelayanan yang berkaitan dengan kesejahteraan warga Negara sepenuhnya disediakan oleh pemerintah, seperti pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Dalam pelaksanaanya, negra yang berpaham Negara kesejahteraan tidak boleh terlepas dari prinsip Negara berdasarkan atas hukum. Jaminan sosial merupakan salah satu hak atas kesejahteraan dan keadilan sosial yang telah diakui sebagai konstitusional sebagaimana telah tercantum didalam UUD 1945. Oleh karena itulah Negara yang dalam hal ini adalah pemerintah yang bertanggung jawab dan berkewajiban untuk mewujudkan kesejah teraan umum dan keadilan sosial. Kewajiban dan tanggung jawab tersebut dipertegas dengan perubahan keempat terhadap pasal 34 ayat (1) sampai dengan ayat (4) UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.
Konstitusi Indonesia yaitu UUD 1945 baik sebelum maupun sesudah amandemen memunyai semangat yang kuat untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi warga Negaranya. Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal 23, 31 33, dan 34 secara jelas memuat kewajiban Negara dalam mengelola semua sumberdaya untuk kesejahteraan rakyat. Amandemen kedua UUD 1945 memuat seluruh ketentuan pokok tentang hak asasi manusia yang merupakan ketentuan legal konstitusi mengenai hal-hal apa saja yang harus diselenggarakan oleh Negara untuk mengelola sumberdaya untuk warga Negara. Filosofisnya disini menunjukkan cita-cita bangsa yang menegaskan peran Negara harus aktif dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyat.
D. Keadilan
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah Negara terutama dibidang hukumnya. Berkenaan dengan HAM, tidak hanya keadilan yang harus termuat didialam hukum itu, selain itu juga perlu adanya kepastian hukum dan kemanfaatan, barulah hukum itu bisa dibilang hukum, selain itu untuk penerapan hukum itu perlulah adanya kekuasaan, karena tanpa kekuasan hukum bagaikan jasad tidak bernyawa, tapi jika hukum berdasarkan kekuasaan semata, maka akan terjadi penindasan besar-besaran, kareana bisa saja yang dipercayakan menjalankan kekuasaan bisa memanfaatkan kekuasaan yang dikendalikannya untuk memuaskan hasrat sekejab dengan napsunya yang tanpa batas, memperkaya diri bertindak sewenang-wenang terhadap yang dikuasainya.
Dalam bukunya Nicomachean Ethics, Aristoteles juga telah menulis secara panjang lebar mengenai keadilan. Ia menyatakan bahwa keadilan ialah kebajikan yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Aristoteles menyatakan bahwa kata adil mengandung lebih dari satu arti. Adil dapat berarti menurut hukum, dan apa yang sebanding, yaitu yang semestinya atau seharusnya. Disini ditunjukkan bahwa seseorang bisa dikatakan tidak adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian yang semestinya. Orang yang tidak menghiraukan hukum juga tidak adil, karena semua hal yang didasarkan kepada hukum dapat dianggap sebagai adil (Tasrif, 1987: 97).
Filsafat Hukum Alam, Thomas Aquinas, membedakan keadilan atas dua kelompok, yaitu keadilan umum justitia generalis dan keadilan khusus. Keadilan umum adalah keadilan menurut Undang-undang, yang harus ditunaikan demi kepentingan umum. selanjutnya, keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau atas dasar proporsionalitas. Keadilan khusus dibedakan lagi menjadi: (1) keadilan distributif (justitia distibutiva), (2) keadilan komutatif (justitia commutativa) dan (3) keadilan vindikatif (justitia vindicativa).
Keadilan distributive adalah keadilan yang secara proporsional diterapkan dalam lingkungan hukum publik secara umum. keadilan komutatif adalah keadilan yang mempersamakan antara prestasi (hasil yang telah dicapai atau didapat) dan kontra prestasi. Keadilan vindikatif adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Seseorang dianggap adil apabila ia dipidana badan atau denda sesuai dengan perbuatan tindak pidana yang dilakukannya. Cicero mengatakan bahwa hukum dan keadilan tidak ditentukan oleh pendapat manusia, tetapi oleh alam.
Unsur yang juga penting ialah unsur kepastian hukum. Adagium yang selalu didengungkan atau dikumandangkan adalah Summun jus, summa injuria; summa lex, summa crux. Secara harfiah (terjemahan menurut hurup) ungkapan itu berarti hukum yang keras akan dalam melukai, kecuali keadilan dapat menolongnya. Ungkapan tersebut menandakan kekurangpercayaan kaum positifis itu terhadap keadilan yang sebenarnya. Sebab keadilan yang tertinggi adalah ketidak adilan yang tertinggi. Jika keadilan saja yang dikejar, hukum positif menjadi serba tidak pasti lagi. Akibat lebih jauh dari pada ketidak pastian hukum ini adalah ketidak pastian bagi jumlah orang yang lebih banyak.
Unsur yang terakhir ialah unsur kemanfaatan. Penganut Utilitariaanisme (utilisme) berpendapat, bahwa tujuan hukum ialah untuk kemanfaatan bagi semua orang. Hanya saja mereka menyadari pula bahwa member manfaat bagi semua orang secara adil praktis merupakan impian semata. Untuk itu, tujuan hukum sudah dicapai apabila kemanfaatan itu dapat dirasakan oleh sebanyak mungkin orang. Menurut penganut Utilitarianisme, ukuran satu-satunya untuk mengukur suatu adil atau tidak ialah seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan manusia (human welfare). Kesejahteraan individual dapat saja dikorbankan untuk manfaat yang lebih besar bagi kelompok yang lebih besar (jeneral welfare).
Menurut teori Rawls, perlu adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Hukum justru harus menjadi penuntun agar orang dapat mengambil posisi dengan tetap memperhatikan kepentingan individunya
Rawls tidak menginginkan masyarakat baru (ideal) seperti disinggung diatas diwujudkan secara mendadak. Menurutnya banyak orang memerlukan pendidikan sebelum mereka menikmati kekayaan kebudayaan yang tersedia bagi manusia zaman sekarang. Dilain pihak keyakinannya teguh bahwa hidup bemasyarakat harus diberikan suatu aturan baru, agar kekayaan dunia dibagi secara merata. Situasilah yang menyebabkan pembagian itu tidak lagi adil, sehingga dengan demikian, untuk menciptakan masyarakat yang adil perlu diperiksa kembali lagi mana prinsip-prinsip keadilan yang dapat digunakan suatu masyarakat yang baik. Oleh karena masyarakat belum diatur dengan baik, orang-orang harus kembali kepada posisi asli mereka, untuk menemukan prisip-prinsip keadilan yang benar. Posisi asli ini adalah keadaan dimana manusia berhadapan dengan manusia lain sebagai manusia (Huijbers, 1988: 197).
Rawls mengakui bahwa kecendrungan manusia untuk mementingkan diri sendiri merupakan kendala utama dalam mencari prinsip keadilan itu. Apabila dapat menempatkan pada posisi asli itu, manusia akan sampai pada dua prinsip keadilan yang paling mendasar sebagai berikur:
1. Prinsip kebebasan yang sama sebesar-besarnya. Menurut prinsip ini tiap orang mempunyai hak yang sama atas semua keuntungan masyarakat. prinsip ini tidak menghalangi orang untuk mencari keuntungan pribadi, asal kegiatan itu tetap menguntungkan semua pihak.
2. Prinsip ketidaksamaan, yang menyatakan bahwa situasi perbedaan (sosial ekonomi) harus diberikan aturan sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan golongan masyarakat yang paling lemah (paling tidak mendapat peluang untuk mencapai prorpek kesejahteraan, pendapatan dan otoritas).
BAB. III PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak Asi Manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia secara kodrati sebagai anugrah Tuhan Yang Mahaesa yang dibawanya sejak ia lahir. Dalam pengertian ini berarti bahwa sebagai anugrah dari Tuhan Yang Mahaesa kepada setiap mahluknya, hak asasi tidak dapat dipisahkan dengan eksistensi pribadi manusia itu sendiri, dengan kata lain hak dasar tersebut akan tetap ada hingga ia meninggal dunia.
Yang perlu diingat dalam Hak Asasi Manusia (HAM), untuk membahas lebih jauh mengenai HAM itu perlu kiranya kita mengetahui dasar dari konsep HAM itu sendiri. Dasar konsep HAM itu Menurut sejarahnya, asal mula pengakuan terhadap keberadaan atau eksistensi hak asasi manusia dimulai dari Eropa Barat, yang mana tonggak pertama kemenangan hak asasi manusia pada tahun 1215, yang ditandai dengan lahirnya Magna Carta. Dalam Magna Carta tersebut dicantumkan hak-hak para bangsawan yang harus dihormati oleh raja Inggris. Kemudian pengakuan terhadap hak asasi manusia tidak hanya sampai disini, perkembangan berikutnya ialah dengan adanya revolusi Amerika pada tahun 1776 dan revolusi Prancis pada tahun 1789. Dua revolusi tersebut yang terjadi pada ke-18 ini, memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan hak asasi manusia.
Dalam perkembangannya, HAM baru diakui secara universal dengan dikeluarkannya pernyataan bersama yang disebut Universal Deklaration of Human Rights pada tanggal 10 Dsember 1948 oleh PBB. Deklarasi universal secara internasional tersebut memuat 30 pasal tentang standar nilai-nilai kemanusiaan yang berlaku universal. Setiap anggota PBB wajib menjadikannya sebagai pedoman dalam penyusunan suatu perundang-undangan bagi negaranya. Tapi lebih awal sebelum itu bahkan telah ditunjukkan jauh sebelum deklarasi ini muncul. Hak asasi manusia ini telah dicantumkan secara konstitusional dalam Undang-undang Dasar 1945. Apa yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights PBB ternyata telah termuat dengan baik dalam rumusan pembukaan UUD 1945.
DAFTAR PUSTAKA
1. Darji Darmodiharjo, dan Shidarta, 2002, POKOK-POKOK FILSAFAT HUKUM, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Edisi Revisi, P.T Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
2. Mansur Effendi, 2005, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses Dinamika Penyususnan Hukum Hak Asasi (HAKHAM), Ghalia Indonesia.
3. Muladi, 2005, HAK ASASI MANUSIA, Hakekat, Konsep Dan Aflikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refika Editama, Bandung.
4. Pieter Van Dijk, 2001, Hukum Internasional Mengenai Hak Asasi Manusia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
5. Sunarjo Wiro Suhardjo, 2001, Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar